Senin, 20 Januari 2014

Filsuf-filsuf agama islam



1.      Nama               : AL-GHAZALI
Biografi           : Nama asli Imam al-Ghazali ialah Muhammad bin Ahmad, Al-Imamul Jalil, Abu Hamid Ath Thusi Al-Ghazali. Lahir di Thusi daerah Khurasan wilayah Persia tahun 450 H (1058 M). Pekerjaan ayah Imam Ghazali adalah memintal benang dan menjualnya di pasar-pasar. Ayahnya termasuk ahli tasawuf yang hebat, sebelum meninggal dunia, ia berwasiat kepada teman akrabnya yang bernama Ahmad bin Muhammad Ar Rozakani agar dia mau mengasuh al-Ghazali. Maka ayah Imam Ghazali menyerahkan hartanya kepada ar-Rozakani untuk biaya hidup dan belajar Imam Ghazali.[1]Ia wafat di Tusia, sebuah kota tempat kelahirannya pada tahun 505 H (1111 M) dalam usianya yang ke 55 tahun.

Pada masa kecilnya ia mempelajari ilmu fiqh di negerinya sendiri pada Syekh Ahmad bin Muhammad Ar-Rozakani (teman ayahnya yang merupakan orang tua asuh al-Ghazali), kemudian ia belajar pada Imam Abi Nasar Al-Ismaili di negeri Jurjan. Setelah mempelajri beberapa ilmu di negerinya, maka ia berangkat ke Naishabur dan belajar pada Imam Al-Haromain. Di sinilah ia mulai menampakkantanda-tanda ketajaman otaknya yang luar biasa dan dapat menguasai beberapa ilmu pengetahuan pokok pada masa itu seperti ilmu matiq (logika), falsafah dan fiqh madzhab Syafi’i.
Karya              : Sebagai seorang ulama dan pemikir dalam dunia Islam, tentunya ia            sangat tekun untuk menulis kitab. Jumlah kitab yang ditulis al-Ghazali    sampai sekarang belum disepakati secara definitif oleh para penulis         sejarahnya. Menurut Ahmad Daudy, penelitian paling akhir tentang             berapa jumlah buku yang dikarang oleh al-Ghazali seperti halnya yang        dilakukan oleh Abdurrahman Al-Badawi, yang hasilnya dikumpulkan         dalan satu buku yang berjudul Muallafat Al-Ghazali.Dala buku                         tersebut, Abdurrahman mengklasifikasikan kitab-kitab yang ada             hubungannya dengan karya al-Ghazali dalam tiga kelompok. Pertama,        kelompok kitab yang dapat dipastikan sebagai karya al-Ghazali yang            terdiri atas 72 buah kitab. Kedua, kelompok kitab yang diragukan          sebagai karyanya yang asli terdiri atas 22 kitab. Ketiga, kelompok        kitab yang dapat dipastikan bukan karyanya, terdiri atas 31 buah kitab.

            Mengenai kitab-kitab yang ditulis oleh al-Ghazali meliputi bidang ilmu       yang populer pada zamannya, di antaranya tentang tafsir al-Qur’an,       ilmu kalam, ushul fiqh, fiqih, tasawuf, mantiq, falsafat, dan lainnya.
            Pandangannya terhadap Tuhan: Mengenai Iradat Tuhan bahwa                                kejadian alam dan dunia, Al-Ghazali berpendapat bahwa dunia itu                             berasal dari iradat (kehendak) tuhan semat-mata, tidak bisa terjadi                           dengan sendirinya. Iradat tuhan itulah yang diartikan penciptaan. Iradat                   itu menghasilkan ciptaan yang berganda, di satu pihak merupakan                           undang-undang, dan di lain pihak merupakan zarah-zarah (atom-atom)                    yang masih abstrak. Penyesuaian antara zarah-zarah yang abstrak                                    dengan undang-undang itulah yang merupakan dunia dan kebiasaanya                     yang kita lihat ini.
           
                        Iradat tuhan adalah mutlak, bebas dari ikatan waktu dan ruang, tetapi                     dunia yang diciptakan itu seperti yang dapat ditangkap dan dikesankan                         pada akal (intelek) manusia, terbatas dalam pengertian ruang dan                          waktu. Al-Ghazali menganggap bahwa tuhan adalah transenden, tetapi                    kemauan iradatnya imanen di atas dunia ini, dan merupakan sebab                          hakiki dari segala kejadian.

                        Pengikut Aristoteles, menamakan suatu peristiwa sebagai hukum pasti                    sebab dan akibat (hukum kausalitas), sedangkan Al-Ghazali seperti                  juga Al-Asy’ari berpendapat bahwa suatu peristiwa itu adalah iradat                   Tuhan, dan Tuhan tetap bekuasa mutlak untuk menyimpangkan dari                         kebiasaan-kebiasaan sebab dan akibat tersebut. Sebagai contoh, kertas                    tidak mesti terbakar oleh api, air tidak mesti membasahi kain. Semua                  ini hanya merupakan adat (kebiasaan) alam, bukan suatu kemestian.                         Terjadinya segala sesuatu di dunia ini karena kekuasaan dan kehendak                     Allah semata. Begitu juga dengan kasus tidak terbakarnya Nabi                               Ibrahim ketika dibakar dengan api. Mereka menganggap hal itu tidak                      mungkin, kecuali dengan menghilangkan sifat membakar dari api itu               atau mengubah diri (zat) Nabi Ibrahim menjadi suatu materi yang tidak                       bisa terbakar oleh api.

2.      Nama               : Mulla Shadra (1571-1640 M.)
Biografi           : Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ibrahim bin Yahya al-    Qawami al-Syirazy, yang bergelar ‘Shadr al-Din’ dan lebih popular          dengan sebutan Mulla Shadra atau Shard al-Muta’alihin, dan             dikalangan murid-murid serta pengikutnya disebut ‘Akhund’. Dia    dilahirkan di Syiraz sekitar tahun 979-80 H/ 1571-72 M dalam sebuah         keluarga yang cukup berpengaruh dan terkenal, yaitu keluarga Qawam.         Ayahnya adalah Ibrahim bin Yahya al-Qawami al-Syirazy salah        seorang yang berilmu dan saleh, dan dikatakan pernah menjabat             sebagai Gubernur Propinsi Fars. Secara sosial-politik, ia memiliki     kekuasaan yang istimewa di kota asalnya, Syiraz.
            Pendidikan formal Mulla Shadra tampaknya telah mempersiapkan   dirinya untuk mengemban tugas yang maha besar ini. Mengikuti             penjelasannya sendiri dalam Al-Asfhar Al-Arba’ah, para sejarawan        membagi biografi Mulla Shadra ke dalam tiga periode: Periode        pertama, pendidikan formalnya berlangsung di bawah guru-guru        terbaik pada zamannya. Tidak sama seperti filosof lainnya, dia       menerima pendidikan dari tradisi Syiah: fiqih Ja’fari, ilmu hadis, tafsir             dan syarah Al-Qur’an di bawah bimbingan Baha‘uddin al-‘amali (w.           1031 H/1622 M), yang meletakkan dasar fiqih-baru Syi’ah.       Selanjutnya ia belajar pada filosof peripatetik Mir Fenderski (w. 1050     H/1641 M) namun gurunya yang utama adalah teolog-filosof,             Muhammad yang dikenal sebagai Mir Damad (1041 H/1631 M).     Damad nampaknya merupakan pemikir papan atas yang mempunyai        orisinilitas dan juga dijuluki Sang Guru Ketiga (setelah Aristotles dan            Al-Farabi)
Karya              : Mulla Shadra menulis sekitar 50 buku, 32 diantaranya berbentuk risalah.                 Yang terbesar sekaligus merupakan magnum opus-nya adalah al-Hikmah al-                      Muta’aliyah fi al-Asrar al-Aqliyah al-Arba’ah (Hikmah Agung tentang                            empat Perjalanan Akal). Karya ini pertama kali terbit tahun 1873 M. terdiri                  dari 4 jilid besar. Bagian I membahas tentang soal ontologi, baian II                           menguraikan substansi dan aksidensi, bagian III menjelaskan tentang Tuhan              dan sifat-sifatnya, bagian IV menguraikan manusia dan nasibnya. Karya                                  yang lain diantaranya, al-Hikmah al-Arsyiyah (tentang Tuhan dan                                  eskatologi), Risalah fi ittihad al-aqil wa al-Ma’qul (soal epistemologi),                              Ta’liqat ala Syarh Hikmah al-Isyraq (komentar terhadap filsafat iluminatif),                   Ta’liqat ala Ilahiyyat Kitab al-Syifa’I (komentar terhadap kitab Asyifa’ Ibnu                        Sina),  Risalah al-Mazaj (tentang psikologi), Mafatih al-Ghaib (tentang                                 doktrin gnostik)
Pandanganya terhada Tuhan:  Munculnya satu jenis filsafat Eksistensialime Islam, yang                                          secara resmi di sebut dengan ashalat al- wujud. Pendiri                                            mazhab filsafat ini adalah Shadr al- Dien Syirazi (Mulla                                      Sadra) yang menyebut metodologi pemikirannya                                                             metafilsafat (al- Hikmat al-Muta’aliyah)[1][6]
                                                      Maksud (al-ashâlah al-wujud) dalam filsafat Mulla                                                               Shadra adalah bahwa setiap wujud kontingen (mumkin                                                        al-wujud) terjadi atas dua modus (pola perwujudan):                                                     eksistensi dan kuiditas (esensi). Dari kedua modus itu,                                                        yang benar-benar hakiki (real) secara mendasar adalah                                                          eksistensi, sedangkan kuaditas (esensi ) tidak lebih dari                                                        “penampakan” (apperiance) belaka.

3.   Nama               : AL-KINDI
            Biografi           : seorang ulama filsuf (filosof) muslim pertama keturunan arab yang                                    memiliki nama lengkap: Abu Yusuf Yakub ibn Ishaq ibn al-Sahabbah                                   ibn Imran ibn Muhammad ibn al-Asy`as ibn Qais ibn al-Kindi. Lebih                                 populer di kampus-kampus dan seminar-seminar filsafat dengan                                               sebutan al-Kindi, dinisbatkan kepada Kindah yaitu suatu kabilah                                                 terkemuka pra Islam yang merupakan cabang dari Bani Kahlan yang                                   menetap di Yaman.
                                    Tidak ada kepastian tentang tanggal kelahiran, kematian dan siapa-                                     siapa saja ulama yang pernah menjadi guru Al-Kindi. kecuali kepastian                                bahwa ia dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H atau 801 M dari                                          pasukan Persia di Irak. Sedangkan ayahnya Ishaq ib al-Shabbah adalah                          seorang gubernur di Kufah pada masa pemerintahan Al-Mahdi (775-                            785 M) dan Al-Rasyid (786-809 M). Ayahnya wafat ketika al-Kindi                                    pasangan keluarga kaya dan terhormat. Kakek buyutnya, al-Asy`as ibn                               Qais adalah salah seorang sahabat nabi yang gugur bersama Sa`ad ibn                          Abi Waqqas dalam perang jihad antara Kaum Muslimin dengan                                            masih kanak-kanak, namun ia tetap mendapatkan kesempatan                                              menuntut ilmu dengan baik di Bashroh dan Baghdad serta dapat                                         bergaul dengan para pemikir Islam terkenal masa itu
  Karya              : Kitab Al-Kindi ilaa Al-Mu`tashim Billah fi al-Falsafah al-Ula                                        (buku ini membahas tentang kajian filsafat pertama)
                        Kitab al-Falsafah al-Dakhilat wa al-Masa`il al-Manthiqiyyah wa al-                     Muqtashah wa ma Fawqa al-Thabi`iyyah (membahas kajian filsafat                    dan berbagai masalah yang berhubungan dengan logika, muskil, dan                 metafisika)
                        Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyyah (membahas berbagai                         rahasia spiritual dengan bahasa filosofis)
                        Risalah fi Annahu al-Jawahir la Ajsam (mengkaji tentang substansi-                    substansi tanpa badan)
                        Kitab fi Ibarah al-Jawami` al-Fikriyah (Menganalisa tentang                                 ungkapan-ungkapan mengenai ide-ide komprejensif)
      Pandanganya terhadap Tuhan: Ketuhanan menurut al-Kindi, Tuhan tidak mempunyai hakekat dalam arti aniah sebab Tuhan tidak tersusun dari materi dan bentuk serta tidak termasuk dalam benda-benda yg ada di alam, bahkan Tuhan adalah sang pencipta alam. Tuhan juga tidak mempunyai hakekat dalam pengertian mahiah sebab Tuhan tidak termasuk dalam species dan genus. Tuhan adalah wujud yg maha sempurna dan tidak didahului oleh wujud lain. Tuhan adalah Unik dan menjadi al-Haq al-Awwal. Wujud Tuhan tidak pernah berakhir, sedangkan wujud lain ada karena ada wujud Tuhan. Tuhan adalah al-Haq al-Wahid yg mahaesa yang tidak dapat dibagi-bagi dan tidak ada zat lain yang menyerupai Tuhan dalam hal apapun. Selain tuhan, akan mengandung arti banyak dan menjadi bagian dari golongan species dan genus. Tuhan tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkan.Tidak dapat dipungkiri bahwa pemikiran filsafat Islam terpengaruh oleh filsafat Yunani. Filosof-filosof Islam banyak mengambil pikiran Aristoteles dan sangat tertarik dengan pikiran-pikiran Plotinus sehingga banyak teorinya yang diambil. Memang demikianlah keadaan orang yang datang kemudian, terpengaruh oleh orang-orang sebelumnya dan berguru kepada mereka. Kita saja yang hidup pada abad ke-20 ini, dalam banyak hal masih berhutang budi kepada orang-orang Yunani dan Romawi. Akan tetapi berguru tidak berarti mengekor dan hanya mengutip, sehingga harus dikatakan bahwa filsafat Islam itu hanya kutipan semata-mata dari Aristoteles, seperti apa yang dikatakan Renan, atau dari neo-Platonisme, seperti yang dikatakan Duhem, karena filsafat Islam telah menampung dan mempertemukan berbagai aliran pemikiran. Kalau filsafat Yunani merupakan salah satu sumbernya, maka tidak aneh kalau kebudayaan India dan Iran juga menjadi sumbernya pula.Perpindahan dan pertukaran pikiran tidak selalu berarti berhutang budi. Sesuatu persoalan kadang-kadang dibicarakan dan diselidiki oleh orang banyak dan hasilnya dapat mempunyai bermacam-macam corak: seseorang bisa mengambil persoalan yang pernah dikemukakannya oleh orang lain sambil mengemukakan teori dan pikirannya sendiri.Spinoza misalnya, meskipun banyak mengikuti Descartes, namun ia mempunyai mazhabnya sendiri. Ibnu Sina, meskipun murid yang setia dari Aristoteles, namun ia mempunyai pikiran-pikiran yang berlainan.


4.      Nama                 : IBNU SINA
Biografi          : Ibnu Sina dilahirkan dalam masa kekacauan, dimana Khilafah Abbasiyah mengalami kemunduran, dan negeri-negeri yang mula-mula berada di bawah kekuasaan khilafah tersebut mulai melepaskan diri satu persatu untuk berdiri sendiri. Kota Baghdad sendiri, sebagai pusat pemerintahan Khilafah Abbasiyah, dikuasai oleh golongan Bani Buwaih pada tahun 334 H dan kekuasaan mereka berlangsung terus sampai tahun 447 H.
Hidup Ibnu Sina penuh dengan kesibukan bekerja dan mengarang;                                      penuh pula dengan kesenangan dan kepahitan hidup bersama-sama, dan boleh jadi keadaan ini telah mengakibatkan ia tertimpa penyakit yang tidak bisa diobati lagi. Pada tahun 428 H (1037 M), ia meninggal dunia di Hamadzan, pada usia 58 tahun.
Di antara daerah-daerah yang berdiri sendiri ialah Daulah Samani di Bukhara, dan di antara khalifahnya ialah Nuh bin Mansur. Pada masanya, yaitu di tahun 340 H (980 M), di suatu tempat yang bernama Afsyana, daerah Bukhara, Ibnu Sina dilahirkan dan dibesarkan. Di Bukhara ia menghafal Qur’an dan belajar ilmu-ilmu agama serta ilmu astronomi, sedangkan usianya baru sepuluh tahun. Kemudian ia mempelajari matematika, fisika, logika dan ilmu metafisika. Sesudah itu ia mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya, seorang Masehi.
Belum lagi usianya melebihi enam-belas tahun, kemahirannya dalam ilmu kedokteran sudah dikenal orang, bahkan banyak orang yang berdatangan untuk berguru kepadanya. Ia tidak cukup dengan teori-teori kedokteran, taoi juga melakukan praktek dan mengobati orang-orang sakit.
Sebenarnya hidup Ibnu Sina tidak pernah mengalami ketenangan, dan usianya pun tidak panjang. Meskipun banyak kesibukan-kesibukannya dalam urusan politik, sehingga ia tidak banyak mempunyai kesempatan untuk mengarang, namun ia telah berhasil meninggalkan berpuluh-puluh karangan atau karyanya.
Karya                 : Asy-Syifa. Buku ini adalah buku filsafat yang terpenting dan terbesar dari Ibnu Sina, dan trediri dari enpat bagian, yaitu: logika, fisika, matematika, dan metafisika (ketuhanan).
a.       An-Najat. Buku ini merupakan keringkasan buku as-Syifa, dan pernah diterbitkan bersama-sama dengan buku al-Qanun dalam ilmu kedokteran pada tahun 1593 M di Roma dan pada tahun 1331 M di Mesir.
b.      Al-Isyarat wat-Tanbihat. Buku ini adalah buku terakhir dan yang paling baik, dan pernah diterbitkan di Leiden pada tahun 1892 M, dan sebagiannya diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis.
c.       Al-Hikmat al-Masyriqiyyah. Buku ini banyak dibicarakan orang, karena tidak jelasnya maksud judul buku, dan naskah-naskahnya yang masih ada memuat bagian logika.
d.      Al-Qanun, atau Canon of Medicine, menurut penyebutan orang-orang Barat. Buku ini pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan pernah menjadi buku standar untuk universitas-universitas Eropa sampai akhir abad ketujuhbelas Masehi

Pandanganya terhadap Tuhan: Ibnu Sina memberikan perhatiannya yang khusus terhadap pembahasan kejiwaan, sebagaimana yang dapat kita lihat dari buku-buku yang khusus untuk soal-soal kejiwaan atau pun buku-buku yang berisi campuran berbagai persoalan filsafat.
Pengaruh Ibnu Sina dalam soal kejiwaan tidak dapat diremehkan, baik pada dunia piker Arab sejak abad kesepuluh Masehi sampai akhir abad ke-19 Masehi, terutama pada Gundissalinus, Albert the Great, Thomas Aquinas, Roger Bacon, dan Dun Scott. Bahkan juga ada pertaliannya dengan pikiran-pikiran Descartes tentang hakikat jiwa dan wujudnya.


     
5.      Nama               : IBNU BAJAH

Biografi           : Ia adalah Abu Bakar Muhammad bin Yahya, yang terkenal dengan sebutan Ibnus-Shaigh atau Ibnu Bajah. Orang-orang Eropa pada abad-abad pertengahan menamai Ibnu Bajah dengan “Avempace”, sebagaimana mereka menyebut nama-nama Ibnu Sina, Ibnu Gaberol, Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd, masing-masing dengan nama Avicenna, Avicebron, Abubacer, dan Averroes.
Ibnu Bajah dilahirkan di Saragosta pada abad ke-11 Masehi. Tahun kelahirannya yang pasti tidak diketahui, demikian pula masa kecil dan masa mudanya. Sejauh yang dapat dicatat oleh sejarah ialah bahwa ia hidup di Serville, Granada, dan Fas; menulis beberapa risalah tentang logika di kota Serville pada tahun 1118 M, dan meninggal dunia di Fas pada tahun 1138 M ketika usianya belim lagi  tua. Menurut satu riwayat, ia meninggal dunia karena diracuni oleh seorang dokter yang iri terhadap kecerdasan, ilmu, dan ketenarannya.
Karya                          : Buku-buku yang ditinggalkannya ialah:
a. Beberapa risalah dalam ilmu logika, dan sampai sekarang masih tersimpan di perpustakaan Escurial (Spanyol).
b.Risalah tentang jiwa.
c. Risalah al-Ittisal, mengenai pertemuan manusia dan akal-faal.
d.                     Risalah al-Wada’, berisi uraian tentang penggerak-pertama   bagi manusia dan tujuan yang sebenarnya bagi wujud manusia dan alam.
e. Beberapa risalah tentang ilmu falak dan ketabiban.
f. Risalah Tadbir al-Mutawahhid.
g.Beberapa ulasan terhadap buku-buku filsafat, antara lain dari Aristoteles, al-Farabi, Porphyrus, dan sebagainya.
Menurut Carra de Vaux, di perpustakaan Berlin ada 24 risalah manuskrip karangan Ibnu Bajah.

Pandanganya terhadap Tuhan: Diantara karangan-karangannya itu yang paling penting ialah    risalah Tadbir al-Mutawahhid yang membicarakan usaha-usaha orang yang menjauhi segala macam keburukan masyarakat, yang disebutnya Mutawahhid, yang berarti “penyendiri”. Isi risalah tersebut cukup jelas, sehingga memungkinkan kita dapat mempunyai gambaran tentang usaha si penyendiri tersebut untuk dapat bertemu dengan akal-faal dan menjadi salah satu unsur pokok bagi negeri idam-idamannya.
Ibnu Bajah telah memberi corak baru terhadap filsafat Islam di negeri Islam barat dalam teori ma’rifat (epistemology, pengetahuan), yang berbeda sama sekali dengan corak yang telah diberikan oleh al-Ghazali di dunia timur Islam, setelah ia dapat menguasai dunia pikir sepeninggal filosof-filosof Islam.




6.      Nama               : IBNU THUFAIL
Biografi           : Ia adalah Abubakar Muhammad bin Abdul Malik bin Thufail, dilahirkan di Wadi Asy dekat Granada, pada tahun 506 H/1110 M. kegiatan ilmiahnya meliputi kedokteran, kesusasteraan, matematika dan filsafat. Ia menjadi dokter di kota tersbut dan berulangkali menjadi penulis penguasa negerinya. Setelah terkenal, ia menjadi dokter pribadi Abu Ya’kub Yusuf al-Mansur, khalifah kedua daru daulah Muwahhidin. Dari al-Mansur ia memperoleh kedudukan yang tinggi dan dapat mengumpulkan orang-orang pada masanya di istana Khalifah itu, di antaranya ialah Ibnu Rusyd yang diundang untuk mengulas buku-buku karangan Aristoteles.
Karya               :Buku-buku biografi menyebutkan beberapa karangan dari Ibnu Thufail yang menyangkut beberapa lapangan filsafat, seperti filsafat fisika, metafisika, kejiwaan dan sebagainya, disamping risalah-risalah (surat-surat) kiriman kepada Ibnu Rusyd. Akan tetapi karangan-karangan tersebut tidak sampai kepada kita, kecuali satu saja, yaitu risalah Hay bin Yaqadhan, yang merupakan intisari pikiran-pikiran filsafat Ibnu Thufail, dan yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Suatu manuskrip di perpustakaan Escurrial yang berjudul Asrar al-Hikmat ai-Masyriqiyyah (Rahasia-rahasia Filsafat Timur) tidak lain adalah bagian dari risalah Hay bin Yaqadhan.
Pandanganya terhadap Tuhan: Ibnu Thufail tergolong filosof dalam masa Skolastik Islam. Pemikiran kefilsafatannya cukup luas, termasuk metafisika. Dalam pencapaian Ma’rifatullah, Ibnu Thufail menempatkan sejajar antara akal dan syari’at. Pemikiran tersebut sebenarnya merupakan upaya yang tidak pada tempatnya, sebab syari’at sumbernya adalah wahyu (yakni : dari Tuhan), sedangkan akal merupakan aktifitas manusiawi. Akal manusia sebenarnya hanyalah dampak mencari alasan rasional bagi syari’at mengenai dalil-dalil adanya Tuhan.

7.   Nama                : IBNU RUSYD

Biografi            : Nama lengkapnya Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Rusyd, lahir di Cordova pada tahun 520 H. Ia berasal dari kalangan keluarga besar yang terkenal dengan keutamaan dan mempunyai kedudukan tinggi di Andalusia (Spanyol). Ayahnya adalah seorang hakim, dan kakeknya yang terkenal dengan sebutan “Ibnu Rusyd kakek” (al-Jadd) adalah kepala hakim di Cordova.
Ibnu Rusyd adalah seorang ulama besar dan pengulas yang dalam     terhadap filsafat Aristoteles. Kegemarannya terhadap ilmu sukar dicari bandingannya, karena menurut riwayat, sejak kecil sampai tuanya ia tidak pernah terputus membaca dan menelaah kitab, kecuali pada malam ayahnya meninggal dan dalam perkawinan dirinya.
Karya              :Karangannya meliputi berbagai ilmu, seperti: fiqih, ushul, bahasa,   kedokteran, astronomi, politik, akhlak, dan filsafat. Tidak kurang dari   sepuluh ribu lembar yang telah ditulisnya. Buku-bukunya adakalanya        merupakan karangan sendiri, atau ulasan, atau ringkasan. Karena      sangat tinggi penghargaannya terhadap Aristoteles, maka tidak        mengherankan kalau ia memberikan perhatiannya yang besar untuk       mengulaskan dan meringkaskan filsafat Aristoteles. Buku-buku lain         yang telah diulasnya ialah buku-buku karangan Plato, Iskandar      Aphrodisias, Plotinus, Galinus, al-Farabi, Ibnu Sina, al-Ghazali, dan            Ibnu Bajah.
 Buku-bukunya yang lebih penting dan yang sampai kepada kita ada            empat, yaitu:
a.       Bidayatul Mujtahid, ilmu fiqih. Buku ini bernilai tinggi, karena berisi perbandingan mazhabi (aliran-aliran) dalam fiqih dengan menyebutkan alasannya masing-masing.
b.      Faslul-Maqal fi ma baina al-Hikmati was-Syari’at min al-Ittisal (ilmu kalam). Buku ini dimaksudkan untuk menunjukkan adanya persesuaian antara filsafat dan syari’at, dan sudah pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman pada tahun 1895 M oleh Muler, orientalis asal Jerman.
c.       Manahijul Adillah fi Aqaidi Ahl al-Millah (ilmu kalam). Buku ini menguraikan tentang pendirian aliran-aliran ilmu kalam dan kelemahan-kelemahannya, dan sudah pernah  diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman, juga oleh Muler, pada tahun 1895 M.
d.      Tahafut at-Tahafut, suatu buku yang terkenal dalam lapangan filsafat dan ilmu kalam, dan dimasukkan untuk membela filsafat dari serangan al-Ghazali dalam bukunya Tahafut al-Falasifah. Buku Tahafut at-Tahafut berkali-kali diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman, dan terjemahannya ke dalam bahasa Inggris oleh van den Berg yang terbit pada tahun 1952 M.
Pandanganya terhadap Tuhan: Ibnu Rusyd adalah tokoh pikir Islam yang paling kuat, paling dalam pandangannya, paling hebat pembelaannya terhadap akal dan filsafat, sehingga ia benar-benar menjadi filosof-pikiran dikalangan kaum Muslimin.
Pada garis besar filsafatnya, ia mengikuti Aristoteles dan berusaha mengeluarkan pikiran-pikirannya yang sebenarnya dari celah-celah kata-kata Aristoteles dan ulasan-ulasannya. Ia juga berusaha menjelaskan pikiran tersebut dan melengkapkannya, terutama dalam lapangan ketuhanan, di mana kemampuannya yang tinggi dalam mengkaji berbagai persoalan dan dalam mempertemukan antara agama dengan filsafat nampak
jelas kepada kita.
Ketika hendak meninggal, beliau (Ibnu Rusyd) mengeluarkan kata-katanya yang terkenal:
“Akan mati rohku karena matinya filosof”.


8.      Nama               : AL-FARABI

Biografi          : Ia adalah Abu Nashr Muhammad bin Muhammad bin Tharkhan. Sebutan Al-Farabi diambil dari nama kota Farab, dimana ia dilahirkan pada tahun 257 H (870 M). Ayahnya adalah seorang Iran dan kawin dengan seorang wanita Turkestan. Kemudian ia menjadi perwira tentara Turkestan. Karena itu, Al-Farabi dikatakan berasal dari keturunan Turkestan dan kadang-kadang juga dikatakan dari keturunan Iran.
Sejak kecilnya, Al-Farabi suka belajar dan ia mempunyai kecakapan luar biasa dalam lapangan bahasa. Bahasa-bahasa yang dikuasainya antara lain bahasa Iran, Turkistan, dan Kurdistan. Nampaknya ia tidak mengenal bahasa Yunani dan Siriani, yaitu bahasa-bahasa ilmu pengetahuan dan filsafat pada waktu itu.
Setelah besar, Al-Farabi meninggalkan negerinya untuk menuju kota Baghdad, pusat pemerintahan dan ilmu pengetahuan pada masanya, untuk belajar antara lain pada Abu Bisyr bin Mattius. Selama berada di Baghdad, ia memusatkan perhatiannya kepada ilmu logika.
Al-Farabi luas pengetahuannya, mendalami ilmu-ilmu yang ada pada masanya dan mengarang buku-buku dalam ilmu tersebut. Buku-bukunya, baik yang sampai kepada kita maupun yang tidak, menunjukkan bahwa ia mendalami ilmu-ilmu bahasa, matematika, kimia, astronomi, kemiliteran, musik, ilmu alam, ketuhanan, fiqih, dan mantik.
Karya              : Sebagian besar karangan-karangan Al-Farabi terdiri dari ulasan dan penjelasan terhadap filsafat Aristoteles, Plato, dan Galenius, dalam bidang-bidang logika, fisika, etika, dan metafisika. Meskipun banyak tokoh filsafat yang diulas pikirannya, namun ia lebih terkenal sebagai pengulas Aristoteles.
Di antara karangan-karangannya ialah:
a.       Aghradlu ma Ba’da at-Thabi’ah.
b.      Al-Jam’u baina Ra’yai al-Hakimain (Mempertemukan Pendapat Kedua        Filosof; maksudnya Plato dan Aristoteles).
c.       Tahsil as-Sa’adah (Mencari Kebahagiaan).
d.      ‘Uyun al-Masail (Pokok-Pokok  persoalan).
e.       Ara-u Ahl-il Madinah al-Fadhilah (Pikiran-Pikiran Penduduk Kota Utama Negeri Utama).
f.       Ih-sha’u al-Ulum (Statistik Ilmu).
Pandanganya terhadap Tuhan: Menurut Dr. Ibrahim Madkour, filsafat Al-Farabi adalah filsafat yang bercorak spiritual-idealis, sebab menurut Al-Farabi, dimana-mana ada roh. Tuhannya adalah Roh dari segala Roh. Akal yang dikonsepsikannya yaitu ‘Uqul Mufariqah (akal yang terlepas dari benda) merupakan makhluk rohani murni, sedang kepala negeri- utamanya, menguasai badannya. Roh itu pula yang menggerakkan benda-benda langit dan mengatur alam di bawah bulan.
Meskipun Al-Farabi telah banyak mengambil dari Plato, Aristoteles dan Plotinus, namun ia tetap memegangi kepribadian, sehingga pikiran-pikiranya tersebut merupakan filsafat Islam yang berdiri sendiri, yang bukan filsafat stoa, atau Peripatetik atau Neo Platonisme. Memeng bisa dikatakan adanya pengaruh aliran-aliran tersebut, namun bahannya yang pokok adalah dari Islam sendiri.

9.      Nama               : AL-RAZI

Biografi           :  Nama lain Al-Razi adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Zakaria Ibn Yahya Al Razi. Dalam wacana keilmuan Barat dikenal dengan sebutan Rhazes. Ia dilahirkan di Rayy, sebuah kota tua yang masa lalu bernama Rhogee, dekat Teheran, Republik Islam Iran pada tanggal 1 Sya'ban 251H/ 865M. Ada beberapa nama tokoh lain yang juga dipanggilkan Al-Razi, yakni Abu Hatim Al-Razi, Fakhruddin Al-Razi dan Najmuddin Al-Razi. Oleh karena itu, untuk membedakan Al-Razi, sang filosof ini dari tokoh-tokoh lain, perlu ditambahkan dengan sebutan Abu Bakar, yang merupakan nama kun-yah-nya (gelarnya). [1] Pada masa mudanya, ia menjadi tukang intan, penukar uang dan pemain musik (kecapi). Kemudian, ia menaruh perhatian yang besar terhadap ilmu kimia dan meninggalkannya setelah matanya terserang penyakit akibat eksperimen-eksperimen yang dilakukannya. Setelah itu, ia beralih dan mendalami ilmu kedokteran dan filsafat. Al-Razi terkenal sebagai seorang dokter yang dermawan, penyayang kepada pasien-pasiennya, karena itu ia sering memberikan pengobatan cuma-cuma kepada orang-orang miskin. Karena reputasinya di bidang kedokteran ini, Al-Razi pernah diangkat menjadi kepala rumah sakit Rayy pada masa pemerintahan Gubernur Al Mansyur Ibnu Ishaq ibn Ahmad selama enam tahun (290-296 H / 902-908 M). pada masa ini juga Al-Razi menulis bukun al-Thibb al- Mansyuri yang dipersembahkan kepada Mansyur Ibnu Ishaq ibn Ahmad. Dari Rayy kemudian Al-Razi ke Baghdad dan atas permintaan Khalifah Al-Muktafi (289-295 H / 901-908 M), yang berkuasa pada saat itu, ia memimpin rumah sakit di Baghdad. Kemasyhuran Al-Razi sebagai seorang dokter tidak saja di Dunia Timur tapi juga di Barat, ia kadang-kadang dijuluki The Arabic Galen. Setelah khalifah Al-Muktafi wafat, Al-Razi kembali ke Rayy, dan kemudian ia berpindah-pindah dari satu negeri ke negeri yang lain. Meninggal dunia pada tanggal 5 Sya'ban 313 H/ 27 Oktober 925 M dalam usia 60 tahun. Disiplin ilmu Al-Razi meliputi ilmu falak, matematika, kimia, kedokteran, dan filsafat. Ia lebih dikenal sebagai ahli kimia dan ahli kedokteran dibanding sebagai seorang filosof.

Karya              : Al-Razi termasuk seorang filosof yang rajin belajar dan menulis. Bahkan ia telah menulis tidak kurang 200 karya tulis dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, tetapi banyak karya tersebut yang hilang. Karya-karya Al-Razi yang dimaksud adalah :
1. Kitab Al-Asrar (bidang kimia, diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Geard of Cremon);
2. Al-Hawi (merupakan ensiklopedia kedokteran sampai abad ke-XVI diEropa, setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin tahun 1279 dengan judul Continens;
3. Al-Mansuri Liber al-Mansoris (bidang kedokteran, 10 jilid);
4. Kitab al-Judar wa al-Hasbah (tentang analisa penyakit cacar dan canpak serta pencegahannya), sedangkan dalam bidang filsafat.
5. Al-Thibb al-Ruhani;
6. Al-Sirah al-Falsafiyyah;
7. Amarah al-Iqbal al-Dawlah;
8. Kitab al-Ladzdzah;
9. Kitab al-'Ilm al-Illahi;
10. Makalah fi ma ba'dengan al-Thabi'iyyah; dan
11. Al-Shukuk 'ala Proclus.

Pandanganya terhadap Tuhan: Dalam falsafatnya mengenai hubungan manusia dengan Tuhan, ia memandang kesenangan manusia sebenarnya ialah kembali pada Tuhan dengan meninggalkan alam materi. Untuk kembali ke Tuhan roh harus terlebih dahulu di sucikan dan yang dapat menyucikan roh ialah ilmu pengetahuan dan berpantang mengerjakan beberapa hal. Pemahaman al-Razi dekat menyerupai zahid (زَاهِدْ) dalam hidup kebendaan. Tetapi ia menganjurkan moderasi, jangan terlalu mencari kesenangan. Manusia harus menjauhi kesenangannya yang dapat diperoleh hanya dengan menyakiti orang lain atau bertentangan dengan rasio. Tetapi sebaliknya manusia jangan pula sampai tidak makan atau berpakaian, tetapi makan dan berpakaian sekedar untuk memelihara diri.


10.  Nama               : IBNU MISKAWAIH
Biografi           : Nama lengkap beliau adalah Abu ‘ali al-Khazin ahmad bin ya’qub bin miskawaih, dipanggil ibnu Miskawaih atau ibnu Maskawaih. Dia dilahirkan di Ray (Teheran), mengenai tahunnya masih banyak kontroversi atasnya ada yang menyangka 330 H dan ada juga yang mengatakan 325 H. Dia dilahirkan dalam masa bani Abbasiyyah. Ibnu Maskawaih seorang keturunan Persia, yang konon dulunya keluarganya dan dia beragama Majuzi dan pindah ke dalam Islam dan menjadi pemikir Islam sangat berpengaruh dizamannnya. Ibnu Maskawaih berbeda dengan al-Kindi dan al-Farabi yang lebih menekankan pada aspek metafisik, ibnu Maskawaih lebih pada tataran filsafat etika seperti al-Ghazali.
Ibnu Maskawaih merupakan filsuf yang bergelar guru ketiga setelah al-Farabi yang digelari guru kedua. Sebagai bapak etika islam, beliau telah merumuskan dasar-dasar etika didalam kitabnya Tahdzib al-Akhlaq wa Tathir al-A’raq (pendidikan budi dan pembersihan akhlaq). Sementara itu sumber filsafat etika ibnu Maskawaih berasal dari filsafat Yunani,peradaban Persia, ajaran Syariat Islam, dan pengalaman pribadi.
Akhlaq merupakan bentuk jamak dari Khuluq, yang oleh beliau Khuluq dimaknai peri keadaan jiwa yang mengajaknya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa difikirkan dan diperhitungkan sebelumnya. Sehingga dapat dijadikan fitrah manusia maupun hasil dari latihan-latihan yang telah dilakukan, hingga menjadi sifat diri yang dapat melahirkan khluq yang baik. Menurutnya da kalanya manusia mengalami perubahan khuluq sehingga disana dibutuhkan aturan-aturan syariat, nasehat-nasehat, dan ajaran-ajaran tradisi terkait sopan santun.
Ibnu Maskawaih memperhatikan pula proses pendidikan akhlaq pada anak, yang menurutnya kejiwaan anak-anak merupakan mata rantai dari jiwa kebinatangan dan jiwa manusia yang berakal, namun jiwa anak-anak menghilangkan jiwa binatang tersebut dan memunculkan jiwa kemanusiaannnya. Jiwa manusia pada anak-anak mengalami proses perkembangan. Sementara itu syarat utama kehidupan anak-anak adalah syarat kejiawaan dan syarat sosial. Sementara nilai-nilai keutamaan yang hyarus menjadi perhatian ialah pada aspek jasmani dan ruhani. Dan beliau pun mengharuskan keutamaan pergaulan anak-anak pada sesamanya mestilah ditanamkan sifat kejujuran, qonaah, pemurah, suka mengalah, mngutamakan kepentingan orang lain, rasa wajib taat, menghormati kedua orang tua, dll.
Ibnu Maskawaih membedakan antara al-Khair (kebaikan), dan as-sa’adah (kebahagiaan). Beliau mengambil alih konsep kebaikan mutlak dari Aristoteles, yang akan mengantarkan manusia pada kebahagiaan sejati. Menurutnya kebahagiaan tertinggi adalah kebijaksanaan yang menghimpun dua aspek; aspek teoritis yang bersumber pada selalu berfikir pada hakekat wujud dan aspek praktis yang berupa keutamaan jiwa yang melahirkan perbuatan baik. Dalam menempuh perjalananannya meraih kebahagiaan tertinggi tersebut manusia hendaklah selalu berpegangan pada nilai-nilai syariat, sebagai petunjuk jalan mereka.
Pendapat ibnu Maskawaih mengenai jiwa, terdiri atas 3 tingkatan annafsun baimiyah (nafsu kebinatangan), annafsun sabu’iyah (nafsu binatang buas), dan annafsun nathiyah (jiwa yang cerdas). Mengenai filsafat etika nya ibnu Maskawaih memiliki berbagai pernyataan: menurutnya setiap manusia memiliki potensi asal yang baik dan tidak akan berubah menjadi jahat, begitu pula manusia yang memiliki potensi asal jahat sama sekali tidak akan cenderung kepada kebajikan, adapun mereka yang yang bukan berasal dari keduanya maka golongan ini dapat beralih pada kebajikan atau kejahatan, tergantung dengan pola pendidikan,pengajaran dan pergaulan.

Karya              : beberapa kitab yang berisikan tentang akhlaq yang merupakan karya                                   beliau kitab al-Fauz al-Akbar, kitab Thaharat an-Nafs, dan kitab yang                       cukup  terkenal kitab Tahdzib al-Akhlaq wa Tathir al-A’raq.
Pandanganya terhdap Tuhan: Ibnu Maskawaih membedakan antara kebajikan dengan perasaan beruntung, menurutnya kebajikan adalah yang dituju oleh seseorang dengan perasaan gembira. Kebajikan memiliki dasar yakni perasaan cinta yang harus dimiliki seseorang terhadap manusia seluruhnya. Manusia tidak akan mencapai kesempurnaannya kecuali dengan kebersamaan. Ibnu Maskawaih menyatakan bahwa apabila agama dipelajari sungguh-sungguh maka sesungguhnya ia merupakan mazhab akhlaq yang berdasarkan cinta manusia dengan sesamanya, dan agama merupakan suatu latihan akhlaq jiwa manusia.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar